MEMBER:
lu bakal nemuin segala keabsrudan dalam hukum. sudah lah.. tergantung kepercayaan masing-masing aja..
Jum'at, 22 Rajab 1436 H / 17 Desember 2010 17:50 wib
lu bakal nemuin segala keabsrudan dalam hukum. sudah lah.. tergantung kepercayaan masing-masing aja..
Jum'at, 22 Rajab 1436 H / 17 Desember 2010 17:50 wib
14.163 views
Hukum Memperingati dan Merayakan Ulang Tahun Pernikahan
Oleh: Badrul Tamam
Alhamduillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam
semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.
Jauh-jauh hari Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam sudah
memperingatkan umatnya agar jangan meniru dan berimitasi kepada ahli kitab,
Yahudi dan Nashrani. Bahkan peringatan ini dengan bentuk pengabaran bahwa
umatnya akan mengikuti mereka. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam
bersabda,
لَتَتْبَعُنَّ
سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ
شِبْرًا شِبْرًا وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ
حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ
ضَبٍّ تَبِعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ
اللَّهِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ
“Sungguh kamu akan mengikuti adat kebiasaan umat sebelum
kalian sejengkal-demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga kalau mereka
masuk ke lubang biawak pasti kalian juga akan mengikutinya. Kami bertanya,
‘Wahai Rasulullah, (Apakah mereka itu) Yahudi dan Nashrani?’ Beliau menjawab,
‘Siapa lagi’.” (HR. al-Bukhari)
Tujuan beliau melarang umatnya bertasyabbuh kepada ahli
kitab agar jangan sampai tumbuh dalam hati umat muslim rasa suka dan cinta
terhadap mereka yang memiliki keyakinan dan agama yang batil. karena cinta
kepada mereka dalam urusan agama akan menyebabkan kekufuran. Karenanya banyak
syariat yang datang dengan perintah untuk menyelisihi mereka supaya tumbuh
ketidaksukaan kepada ajaran kufur dan syirik.
Salah satu tradisi yang sudah membudaya di tengah-tengah
umat Islam yang sebenarnya menjadi sunnah atau tradisi ahlu kitab adalah
peringatan hari ulang tahun pernikahan. Biasanya, dirayakan oleh sepasang suami
istri. Pelaksanaannya –biasanya- tepat pada hari dan tanggal dilangsungkannya
pernikahan. Sebagian suami istri memperingati dan merayakan hari ulang tahun
perkawinannya, terkadang dalam bentuk pesta, meniup lilin dan memotong kue,
menghias kamar tidur dengan mawar, memakai pakaian indah, dan memberikan
berbagai hadiah, serta yang lainnya. Terkadang pula mereka mengundang sanak
kerabat dan teman dekat untuk menikmati hidangan yang istimewa.
Sesungguhnya perayaan peringatan tahunan baik peringatan
kelahiran, pernikahan, atau kemenangan termasuk perkara bid’ah yang banyak
difatwakan oleh para ulama sebagai perayaan yang dilarang.
Syaikh Abdurrahmanal-Sahim pengasuh rublik tanya-jawab di
situs www.almeshkat.net menuturkan bahwa merayakan hari ulang tahun pernikahan
setahun sekali adalah perkara bid’ah, dan pada asalnya merupakan tradisi orang
Nasrani.
Beliau menyebut pelaksanaan peringatan dan perayaan ulang
tahun pernikahan ini sebagai ‘Ied (hari raya). Karena terjadi secara berulang
pada hari tertentu. Karena ‘Ied diambil dari kata al-‘Aud wal al-Tikrar
(kembali dilakukan berulang-ulang). Maka tidak boleh merayakan hari raya-hari
raya selain dua hari raya, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Sedangkan perayaan
hari ulang tahun perkawinan menyerupai hari raya yang syar’i dan juga termasuk
membuat-baut hal baru dan kebid’ahan dalam beragama. Terlebih peringatan dan
perayaan tersebut juga menyerupai tradisi Nasrani. Sedangkan Rasulullah
shallallaahu 'alaihi wasallam telah bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Siapa yang menyerupai suatu kaum maka dia bagian dari
mereka.” (HR. Abu Dawud dan dishahihkan Ibnu Hibban. Hadits ini memiliki banyak
penguat yang mengeluarkannya dari kedhaifan)
Fatwa Syaikh Ibnu Bazz rahimahullaah
Syaikh Ibnu Bazz rahimahullaah dalam Majmu’ fatawa 5/176
berkata, “Sesungguhnya mengagungkan dan memuliakan Rasulullah shallallaahu
'alaihi wasallam tidak dengan melakukan bid’ah, tapi seharusnya dengan
mengikuti syariat, mengagungkan perintah dan larangannya, mengajak kepada
sunnahnya, mengajarkannya kepada manusia di masjid-masjid, sekolahan-sekolahan,
dan universitas-universitas. Bukan dengan mengadakan perayaan-perayaan bid’ah
dengan nama maulid (peringatan kelahiran).
Demikian juga telah terjadi di tengah-tengah masyarakat
ikut-ikutan terhadap mereka. Yaitu dengan mengadakan perayaan ulang tahun
kelahiran anak-anak mereka dan ulang tahun pernikahan. Semua ini termasuk
perkara munkar dan ikut-ikutan kepada tradisi orang kafir. Sesungguhnya kita
hanya memiliki dua hari raya, idul Fitri dan Idul Adha sekalian hari-hari
Tasyrik, hari ‘Arafah dan Jum’at. Barangsiapa yang menjadikan hari raya baru,
maka dia telah bertasyabuh (menyerupai) orang Nasrani dan Yahudi.
Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ
عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Siapa yang melakukan satu amalan yang tidak ada perintahnya
dari kami, maka amal itu tertolak.” (HR. Muslim)
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا
مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ
رَدٌّ
“Siapa yang mengada-adakan hal baru dalam urusan kami ini
(Islam) yang bukan darinya, maka dia tertolak.” (HR. Muslim)
وَإِيَّاكُمْ
وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ
بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
“Hendaklah kamu menjauhi perkara yang diada-adakan. Karena
sesungguhnya seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan. Setiap yang
diada-adakan adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Abu Dawud)
dan hadits-hadits yang semakna dengan ini sangat banyak.
Maka bagi setiap muslim wajib meniti jalan hidup Nabi
shallallaahu 'alaihi wasallam dan para sahabatnya radhiyallahu 'anhum serta
para salaf shalih. Juga hendaknya menjauhi perkara bid’ah yang diada-adakan
sesudah kepergian mereka.”
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al-Jibrin
Syaikh Ibnu Jibrin rahimahullaah pernah ditanya tentang
hukum perayaan hari pernikahan yang dihadiri keluarga dan kerabat atau yang
khusus diadakan oleh suami-istri dengan memakai baju pengantin dan saling
membari hadiah. Beliau menjawab, “Perayaan ulang tahun hari perkawinan tidak
memilki landasan pembenaran dari syariat. Allah tidak pernah mensyariatkan
perayaan tersebut. Sebagaimana yang sudah maklum, suami istri tinggal satu
rumah dan setiap hari bertemu. Keduanya makan bareng dengan hidangan yang sama.
Maka tidak lagi dibutuhkan baju pengantin dan saling mengingatkan waktu akad
nikah. Tidak pula dibutuhkan membuat manisan dan semisalnya di satu hari pada
setiap tahunnya. Tapi keduanya membuat apa yang disenangai kapan saja
diinginkan.” Selesai. Wallahu Ta’ala a’lam. [PurWD/voa-islam.com]
- See more at: http://www.voa-islam.com/read/tsaqofah/2010/12/17/12365/hukum-memperingati-dan-merayakan-ulang-tahun-pernikahan/#sthash.aues8EUW.dpuf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar